Tradisi Cung-Cung Cep
Midway Overheard: masalah-masalah minor dikalangan Buddhis
Berkembangnya Buddhadhamma khususnya di Indonesia, tidak terlepas dari peran orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke berbagai pulau di Nusantara.
Dan karena ini, banyak budaya Tionghoa yang berakulturasi dengan ajaran Buddha, salah satunya adalah cung-cung cep.
Cung-cung cep dapat diartikan sebagai ‘ngacung-acung ditancep dupanya’. Istilah ini mulai meluas kemudian menjadi rutinitas umat Buddha.
Biasanya, dengan melakukan ini, kita mengharapkan sesuatu keinginan di hadapan buddharupang sembari memohon dan meminta. Perilaku ini tidaklah sesuai dengan apa yang dibabarkan oleh Guru Buddha.
Dupa hanyalah sebagai media, simbol, ataupun peralatan untuk menghormat dan melakukan pūjā kepada Tiratana.
Dan secara logis, Buddha juga tidak dapat menolong semua keinginan kita, karena hanyalah diri kita sendiri yang dapat mengabulkan semua apa yang ingin kita raih, yaitu dengan perbuatan baik sehingga pahala baik pun yang akan diperoleh.
Harumnya kebajikan,
adalah jauh melebihi harumnya kayu cendana, bunga tagara, teratai maupun melati.Tidaklah seberapa,
harumnya bunga tagara dan kayu cendana;
tetapi harumnya mereka,
yang memiliki sila (kebajikan),
menyebar sampai ke surga.
— Dhammapada, Puppha Vagga: 55 & 56
*𝙠𝙤𝙣𝙩𝙚𝙣 𝙞𝙣𝙞 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙗𝙚𝙧𝙢𝙖𝙠𝙨𝙪𝙙 𝙢𝙚𝙣𝙮𝙞𝙣𝙜𝙜𝙪𝙣𝙜 𝙥𝙞𝙝𝙖𝙠 𝙩𝙚𝙣𝙩𝙚𝙣𝙩𝙪, 𝙝𝙖𝙣𝙮𝙖 𝙨𝙚𝙗𝙪𝙖𝙝 𝙖𝙙𝙚𝙜𝙖𝙣 𝙛𝙞𝙠𝙩𝙞𝙛 𝙮𝙖𝙣𝙜 𝙙𝙞𝙜𝙪𝙣𝙖𝙠𝙖𝙣 𝙨𝙚𝙗𝙖𝙜𝙖𝙞 𝙥𝙚𝙧𝙚𝙣𝙪𝙣𝙜𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙟𝙖.
Referensi: https://samaggi-phala.or.id/tipitaka/dhammapada/ dan http://buddhazine.com/
Salam bahagia selalu…
Jika ingin berkontribusi dan berdiskusi terkait informasi Buddha Dhamma dapat menghubungi:
- Instagram: midway.buddhist
- Facebook: midway.buddhist
- YouTube: Midway Buddhist
Kontributor: Vincent Satya Surya, 2020.